TEKNIK PENYUSUNAN SOAL PG

TEKNIK PENYUSUNAN SOAL PILIHAN GANDA

A.   Pengertian
Pengukuran secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis (paper and pencel test).   Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan.  Dalam menjawab soal, siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk jawaban, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan sejenisnya.  Tes tertulis merupakan teknik pengukuran yang banyak digunakan dalam menilai pencapaian kompetensi mata pelajaran sebagai hasil belajar.
B.   Bentuk Tes Tertulis
Soal tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan berganda, benar-salah) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat dan uraian). Dilihat dari bentuk soalnya, tes dapat dikelompokkan menjadi tes tertulis objektif seperti pilihan ganda dan isian, dan tes tertulis non-objektif seperti bentuk soal uraian non-objektif.
C.   Bentuk Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.  Konstruksinya terdiri dari pokok soal dan pilihan jawaban.   Pilihan jawaban terdiri atas kunci dan pengecoh.   Kunci jawaban harus merupakan jawaban benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, namun daya jebaknya harus berfungsi, artinya siswa memungkinkan memilihnya jika tidak menguasai materi.
Soal pilihan ganda dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektifitass yang tinggi, mengukur berbagai tingkatan kognitif, serta dapat mencakup ruang lingkup materi yang luas dalam suatu tes.   Bentuk ini sangat tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri.   Hanya saja, untuk menyusun soal pilihan ganda yang bermutu perlu waktu yang lama dan biaya cukup besar, disamping itu, penuis soal akan kesulitan membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi, terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban, dan peserta mudah mencotek kunci jawaban.  Secara umum, setiap soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option).  Pilihan jawaban terdiri atas kunci dan pengecoh (distractor).
Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun bahasa.   Selain itu soal yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi.
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara:
  • Mengidentifikasi materi yang dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sistesis, atau evaluasi.  Perilaku ingatan juga diperlukan namun kedudukannya adalah langkah awal sebelum siswa dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sistesis, atau evaluasi.
  • Membisaakan menulis soal yang mengukur kemampuan berfikir kritis dan mengukur keterampilan pemecahan masalah
  • Menyajikan dasar pertanyaan (stimulus) pada setiap pertanyaan, misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan, seperti kasus, contoh, table dan sebagainya.
D.   Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda
Dalam menulis soal pilihan ganda harus memperhatian kaidah-kaidah sebagai berikut:
q  Materi
1.  Soal harus sesuai dengan indikator
2.  Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
3.  Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar
q  Konstruksi
4.  Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
5.  Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja
6.  Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar
7.  Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negative ganda
8.  Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama
9.  Pilihan jawaban jangan mengandung pertanyaan, “semua pilihan jawaban diatas salah”, atau semua pilihan jawaban diatas benar”.
10.  Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya.
11.  Gambar, grafik, table, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
12.  Butir soal jangan bergantung pada jawaban sebelumnya.
q  Bahasa
13.  Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
14.  Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
15.  Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.

16.  Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.

Panduan Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar

Pengertian Instrumen Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang setelah menjalani proses pembelajaran dalam waktu tertentu.  Tes ini penting dilakukan oleh guru, sekolah maupun lembaga pendidikan untuk mengetahui seberapa jauh siswa sudah mencapai tujuan pembelajaran.  Hasil tes dapat digunakan oleh guru, sekolah, atau institusi kependididikan lainnya untuk mengambil keputusan atau umpan balik bagi perbaikan PBM.  Sehingga secara tidak langsung tes dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan pendidikan dari waktu ke waktu.
Banyak cara yang data dilakukan untuk mengukur hasil belajar siswa.  Jika ditinjau dari persiapan alat tes yang digunakan, maka pengukuran alat tes yang digunakan untuk pengukuran tes hasil belajar dapat dibagi dua tipe, yaitu (1) pengukuran yang menggunakan tes yang dibuat oleh guru, dan (2) pengukuran yang menggunakan tes standar.   Bentuk tes yang dibuat guru dikelas tentunya berbeda dengan bentuk tes standar.  Bentuk tes yang dibuat guru bisa sangat bervariasi, misal: tes tertulis, tes lisan, tes kinerja, sikap dan pengukuran yang lebih menekankan untuk mendapatkan informasi proses pembelajaran siswa dari hari ke hari.   Sedangkan tes standtianar, soal dan pensekorannya harus lebih objektif dan mudah dilakukan sehingga umumnya hanya menggunakan satu jenis penilaian saja, yaitu tes tertulis, khususnya bentuk soal pilihan ganda.  Hal ini disebabkan tes standar digunakan untuk keperluan yang lebih luas, misalnya tes untuk bisa masuk kejenjang pendidikan berikutnya,  tes untuk daya serap siswa, tes pemantauan mutu siswa, dsb.  Selain itu hasil dari  tes standar harus bisa dilihat keterbandingannya.
Tes standar adalah tes dimana soal-soalnya sudah mengalami analisis secara kualitatif maupun secara kuantitiatif.  Langkah-langkah yang harus dilakukan unntuk membuat tes standar adalah:
1.     Menentukan tujuan tes
2.     Menentukan acuan yang akan dipakai oleh tes (kriteria atau norma)
3.     Membuat kisi-kisi
4.     Memilih soal-soal dari kumpulan soal yang sudah ada sesuai dengan kisi-kisinya.
Apabila soal yang diambil merupakan soal baru, maka soal-soal tersebut harus melalui tahap telaah secara kualitataif, revisi, ujicoba, analisis hasil ujicoba sehingga diperoleh soal yang baik dari segi kualitatif maupun kuantitiaif.  Selain itu pengadministrasian tes (pelaksanaan tes) juga dibuat standar.   Untuk tes hasil belajar terstandar soal-soal harus mengacu pada tujuan pembelajaran yang harus dicpai dan dikuasi siswa, dalam hal ini SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang sudah ditetapkan apabila tes tersebut akan digunakan untuk kelulusan, dan pensekorannya juga harus dilakukan secara standar, terutama apabila dapat dilihat keterbandingannya.
Untuk membuat tes hasil belajar berstandar yang dapat digunakan setiap saat, dibutuhkan butir-butir soal cukup banyak.   Kebutuhan butir-butir soal yang sudah bagus dan banyak ini bisa diatasi apabila ada bank soal yang menyimpan soal-soal tersebut.
Bank soal adalah kumpulan soal-soal dalam jumlah yang besar, dan mengukur pengetahuan yang sama, disimpan di dalam komputer bersama dengan karakteristik setiap butir soalnya.   Bank soal ini perlu dibuat dan harus selalu dikembangkan, karena:
1.    Dapat menyiapkan tes yang dibutuhkan secara rutin dan lebih dari satu set
2.   Memungkinkan diterapkannya tes melalui komputer, sehingga setiap saat peserta tes dapat mengikuti tes kapan saja
3.    Kualitas tes dapat dipertanggungjawabkan
Pengembangan bank soal tes hasil belajar merupakan salah satu kegiatan rutin yang harus dilakukan.  Kegiatan pengembangan bank soal ini dimulai dengan menuliskan kisi-kisi, penulisan soal, telaah, ujicoba, analisis kuantitaif soal dan kalibrasi soal.  Soal-soal yang terbukti bermutu baik secara kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan dan disimpan dalam bank soal.  Pengembangan bank soal dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yakni:
Tahap 1: Analisis Secara Kualitatif
Soal-soal mentah yang dibuat oleh para penulis soal berdasarkan kisi-kisi yang disusun akan digolongkan dalam kategori soal mentah.  Soal mentah akan ditelaah secara kualitatif sehingga diperoleh soal baik tanpa revisi dan soal yang perlu revisi serta soal yang ditolak.   Soal yang perlu revisi akan langsung direvisi sehingga diperoleh soal yang baik dan soal yang ditolak akan didrop atau dihilangkan.
Tahap 2: Analisis Secara Kuantitatif
Soal-soal yang baik secara kualitatif akan dirakit untuk proses uji coba, sehingga diperoleh data-data respon jawaban siswa.  Respon jawaban siswa ini dianalisis menggunakan komputer sehingga diperoleh soal-soal yang baik dengan data-data parameter tingkat kesukaran dan daya pembeda untuk setiap butir soal
Pengembangan bank soal ini harus dilakukan secara terus menerus, sehingga diperoleh soal-soal yang cukup banyak dan sesuai dengan perubahan yang terjadi, baik perubahan pada kurikulum maupun pada SKLnya.

Struktur Kurikulum 2013

Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.

Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.

Pada titik inilah, maka penyampaian struktur kurikulum dalam uji publik ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan dasar pemikiran perancangan struktur kurikulum SD, minimal ada sebelas item. Sementara dalam rancangan struktur kurikulum SD ada tiga alternatif yang di mesti kita berikan masukan.

Di jenjang SMP usulan rancangan struktur kurikulum diperlihatkan pada tabel 2. Bagaimana dengan jenjang SMA/SMK? Bisa diturunkan dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang sudah ditentukan, dan juga perlu diberikan masukan.

Tiga Persiapan untuk Implementasi Kurikulum 2013
ADA pertanyaan yang muncul bernada khawatir, dalam uji publik kurikulum 2013? Persiapan apa yang dilakukan Kemdikbud untuk kurikulum 2013? Apakah sedemikian mendesaknya, sehingga tahun pelajaran 2013 mendatang, kurikulum itu sudah harus diterapkan. Menjawab kekhawatiran itu, sedikitnya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Ini penting, jika kurikulum mengalami perbaikan, sementara bukunya tetap, maka bisa jadi kurikulum hanya sebagai “macan kertas”.

Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya.

Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan.

Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah.
Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang.